Selasa, 26 April 2011
SU-27 Milik INDONESIA!

Melihat judul? Apakah Anda mengira itu adalah burung Garuda Pancasila yang menjadi lambang negara kita?? itu bukan, melainkan pesawat tempur milik Angkatan Udara Indonesia, yang tercanggih saat ini adalah SU-27, mungkin beberapa maniak game simulasi menggangap bahwa SU-27 adalah pesawat rongsokan, nah kenapa? karena pada game simulasi, tidak sepenuhnya kemampuan yang dimiliki pesawat adalah benar, Apakah Anda tahu? sekian banyak pemain akan memilih MIG-29A Keluaran Mikoyan-Gurevich dibandingkan SU-27 Keluaran Sukhoi kenapa? karena mereka beranggapan bentuk yang sama dan Spesifikasi yang lebih bagus dimiliki MIG-29A dan tipe yang sering muncul menampilkan bahwa MIG-29A konsep adalah Multirole, tapi sebenarnya MIG-29 lebih diterapkan pada operasi Taktis pendukung jarak dekat atau istilahnya Air Support untuk menyerang target udara ataupun target di darat, berbeda dengan SU-27 yang juga Multirole, dan disini Konsep Multirole lebih diterapkan keduanya, Air-to-Air Combat, dan Air-to-Surface Combat, karena pesawat ini jenis Interceptor Taktis jarak jauh (MIG-29A adalah tipe Multirole jarak menengah-dekat) sehingga SU-27 cocok untuk Posisi Ekologi Indonesia yang terkenal luas, dan jangan harap MIG-29A mampu berkeliling berpatroli di Indonesia,Walaupun bisa dengan Refuel di udara beberapa kali dan tentunya, karena jarak tempuh yang hampir 3 kali lipatnya itu hanya memerlukan tidak sebanyak Aktivitas Refuel MIG-29A. Jadi jangan beranggapan bahwa SU-27 tidak sebagus MIG-29A, dan jangan beranggapan pula pemerintah memilih pesawat yang rongsokan, karena SU-27 sudah sesuai dengan semua faktor yang ada di Indonesia.
Perbandingan antara F-22, MIG 29, dan SU-27 dalam bentuk skala

Pesawat Superior Udara ini diperkenalkan pada Desember 1984 yang memiliki harga 35 juta US dolar ini memiliki sejarah cukup menarik. Pada tahun 1969, Uni Soviet mendapatkan informasi bahwa Angkatan Udara Amerika Serikat telah memilih McDonnell Douglas untuk memproduksi rancangan pesawat tempur eksperimental (yang akan berevolusi menjadi F-15). Untuk menghadapi ancaman masa depan ini, Uni Soviet memulai program PFI (Perspektivnyi Frontovoy Istrebitel, "pesawat tempur taktis mutakhir") yang direncanakan menghasilkan pesawat yang bisa menyaingi hasil rancangan Amerika Serikat.
Namun, spesifikasi yang dibutuhkan untuk memenuhi syarat-syarat program ini pada satu pesawat saja ternyata terlalu rumit dan mahal. Maka program ini dibagi menjadi dua, yaitu TPFI (Tyazholyi Perspektivnyi Frontovoi Istrebitel, "pesawat tempur taktis mutakhir berat") and the LPFI (Legkiy Perspektivnyi Frontovoi Istrebitel, "pesawat tempur taktis mutakhir ringan"). Langkah ini juga mirip apa yang dilakukan Amerika Serikat, dimana Amerika Serikat memulai program "Lightweight Fighter" yang nantinya akan menghasilkan F-16. Sukhoi OKB diberikan program TPFI.
Rancangan Sukhoi pertama kali muncul sebagai pesawat sayap delta T-10, yang pertama terbang pada tanggal 20 Mei 1977. T-10 terlihat oleh pengamat Barat, dan diberikan kode NATO Flanker-A. Perkembangan T-10 menemui banyak masalah, yang berakibat pada kehancuran ketika salah satu pesawat ini jatuh pada tanggal 7 Mei 1978. Kejadian ini kemudian ditindaklanjuti dengan banyak modifikasi perancangan, yang menghasilkan T-10S, yang terbang pertama kali pada 20 April 1981. Pesawat ini juga menemui kesulitan, dan jatuh pada tanggal 23 Desember 1981.
Versi produksi pesawat ini (Su-27 atau Su-27S, dengan kode NATO Flanker-B) mulai dipakai Angkatan Udara Soviet pada tahun 1984, tetapi baru dipakai menyeluruh tahun 1986, karena sempat terhambat oleh masalah produksi. Pesawat ini dipakai oleh Pertahanan Anti Udara Soviet (Voyska PVO) dan Angkatan Udara Soviet (VVS). Pemakaiannya di V-PVO adalah sebagai interseptor, menggantikan Sukhoi Su-15 and Tupolev Tu-28. Dan pemakaiannya di VVS lebih difokuskan kepada interdiksi udara, dengan tugas menyerang pesawat bahan bakar dan AWACS, yang dianggap sebagai aset penting angkatan udara NATO.
Pesawat yang cenderung lebih besar dari MIG-29A ini memiliki material Titanium hampir 30% karena bobot yang berat, dan memiliki konsep sayap Delta.
Desain Su-27
 pada dasarnya Kokpit SU-27 masih berbasis Analog, mengingat perdananya adalah dibawah 1990an karena belum banyak pesawat berbasis Digital seperti Raptor F-22 yang dikembangkan pada 1990 hingga 1998. namun keunggulan dari sistem analog yang dimilikinya adalah bebas dari gangguan alam, seperti  gelombang elektromagnetik rendah yang kadang sering mengganggu Tampilan HUD (Sebuah kaca Mika yang menampilkan informasi keseluruhan) namun tidak membuat pesawat berhenti operasi, dan sistem analog tetap berfungsi tidak seperti basis Digital yang akan terjadi gangguan pada semua panel.
F-22 Raptor
SU-27
Su-27 adalah pesawat operasional pertama Uni Soviet yang menggunakan sistem kontrol penerbangan fly by wire , dikembangkan berdasarkan pengalaman Sukhoi OKB pada proyek Pengebom Sukhoi T-4. Sistem ini dikombinasi dengan beban saya yang relatif rendah dan kontrol penerbangan dasar yang kuat , maka menghasilkan pesawat yang luar biasa lincah, tetap mudah dikontrol walaupun pada kecepatan sanagat rendah dan susut serang tinggi. Pada pameran dirgantara , pesawat ini mampu mendemonstrasikan kemampuan manuvernya dengan aksi "patukan kobra" (kobra Pugachev) atau pengereman dinamis - mempertahankan level penerbangan pada sudut serang 120°. Pengarah semburan jet juga sudah di uji coba dan sudah diterapkan pada model-model akhir yaitu Su-30MKI dan Su-37, memungkinkan pesawat untuk berbalik tajam dengan radius putar hampir nol, menggunakan teknik somersault vertikal ke gerakan pelurusan kembali dan mengambang terbatas dengan hidung pesawat menghadap keatas.
Versi laut dari Flanker (lebih dikenal dengan nama Su-33), menggunakan kanard untuk daya angkat tambahan, mengurangi jarak lepas landas (sangat penting untuk kapal yang beroperasi dari kapal induk tanpa sistem ketapel , Admiral Kuznetsov ). Kanard ini juga digunakan pada beberapa Su-30, Su-35, dan Su-37.
Sebagai tambahan pada kelincahannya , Su-27 menggunakan volume internalnya yang besar untuk menyimpan bahan bakar dalam jumlah besar pula. Pada konfigurasi berlebih untuk jarak tempuh maksimum, pesawat ini mampu membawa 9.400 kg bahan bakar internal, bagaimanapun juga dengan beban seperti itu kemampuan manuvernya menjadi terbatas, dan beban normal adalah 5.270 kg.
Su-27 dipersenjatai dengan sebuah kanon Gryazev-Shipunov GSh-30-1 kaliber 30 mm di pangkal sayapnya, dan mempunyai 10 cantelan senjata untuk tempat rudal dan senjata lainya. Standar persenjataan rudal untuk pertempuran udara ke udara adalah campuran dari rudal Vympel R-73 (AA-11 Archer) dan rudal Vympel R-27 (AA-10 'Alamo') , Senjata terakhir mempunyai versi jarak tempuh yang diperjauh dan model kendali infra merah. Varian Flanker yang lebih canggih seperti Su-30, Su-35, dan Su-37 juga bisa membawa rudal Vympel R-77 (AA-12 Adder).
Su-27 mempunyai sebuah display kepala tegak berkontras tinggi yang bisa disetel dan incaran yang dipasang di helm , dimana , bila dipasangkan dengan rudal R-73 dan kelincahan pesawat yang sangat tinggi membuat pesawat ini menjadi salah satu pesawat terbaik untuk pertempuran udara jarak dekat.
Radar Su-27 terbukti menjadi masalah besar dalam pengembangan Su-27. Permintaan awal dari Uni soviet adalah sangat ambisius , mengharapkan kemapuan untuk menyergap multi target dan jarak pantau 200km terhadap pesawat seukuran pengebom (RCS 16 meter persegi untuk sebuah Tu-16). Hal ini akan melampaui kemampuan deteksi radar APG-63 dari F-15 (sekitar 180km untuk target ber-RCS 100 meter persegi) dan kemampuan radar Su-27 ini kira-kira setara dengan Zaslon phased array radar seberat 1 ton yang digunakan di pesawat MiG-31.

Berikut Galeri SU-27 Flanker:

Melepaskan Bom AKM-06
SU-27 Flare (Pengalih Panas) Deployed
SU-27 Parking
 
SU-27 Indonesia Patroli

0 komentar: